Yes, I laugh a lot, cried a lot, love a lot, hate a lot, bitch a lot, complained a lot, joke a lot, yet only write a small portion of it. Oh well.

Thursday, March 25, 2010

Bali Lombok Trip 2010, part 3: From Gerabah to white sand beaches


Keesokan paginya, setelah sarapan di hotel. Kami jalan-jalan dulu di pantai Senggigi sembari menunggu jemputan mobil dari Lombok Travelnet. Saat lagi asik jalan-jalan menyusuri Senggigi pagi hari, tiba-tiba ada seorang anak kecil yang sedang berenang memanggil akrab ke Acum “Hallo mister..mister...mister..halooo”

Kakaknya si anak itu langsung bilang “Hush dek...dia bukan turis (asing)”
Si Acum cuma nyengir dan aku menahan ketawa.Hahah, siapa suruh mukanya kaya turis Zimbabwe hihihi.

Jam 9.30, mobil jemputan kami tiba. Mobil + driver + BBM = IDR 350 ribu, untuk pemakaian 8 jam. Kita dapet ini karena googling dan nemu website: http://www.lomboktravelnet.com Kalau mau tanya-tanya, gak usah telpon, cukup YM aja petugasnya melalui link yang ada di website tersebut. Mudah dan murah. Petugasnya cukup helpfull kok dalam memilihkan hotel yang sesuai budget.

Destinasi pertama kami adalah: Desa Banyumulek.
Desa ini adalah desa khusus pengrajin gerabah. Hasil karya mereka sudah menembus pasar Eropa lho. Dari asbak yang kecil hingga guci-guci raksasa aneka model, mereka bisa membuatnya. Yang paling keren sih kendi minum khas Lombok. Kendi ini unik karena mengisi airnya dari bawah (terbalik) dan jika dibalik lagi airnya tidak tumpah.

Di Banyumulek, aku belajar bikin mangkok dari tanah liat. Tentu saja sambil dibimbing oleh mas pengrajin, kalo nggak...mangkok itu palingan jadi seonggok tanah liat yang absurd, hehe.



Setelah jadi dan dibentuk. Aku menggoreskan nama ”The Nugrohos” di belakangnya. Sekalian kenang-kenangan second hanimun di Lombok. Ciyeee romangtis bener dah.



Setelah jadi, dijemur dan siap dibawa pulang. Kami memberi si pengrajin uang serelanya. Oya, selagi menunggu gerabahnya dijemur, aku dan Acum sempet melihat-lihat koleksi gerabah dan beli 2 cangkir mungil dengan hiasan kulit telur. Cantik sekali.

Selesai bergerabah ria di Banyumulek, sang driver Mas Yusuf mengantar kami ke Desa Sukarara (baca: Sukarare). Kalau di Banyumulek itu spesialis gerabah, desa Sukarare ini desa para penenun. Semua wanita di desa ini harus bisa menenun, bahkan anak-anak gadis di sini belajar menenun sejak usia 7 tahun. Anak gadis yang belum bisa menenun dianggap belum siap berumah tangga, makanya belum boleh menikah kalau belum bisa menenun.



Di sini aku diajarin bedanya tenun ikat dan tenun songket. Tenun songket itu lebih rumit dan motifnya hanya timbul di satu sisi kain, sementara tenun ikat, motifnya timbul bolak balik. Rata-rata 1 lembar kain dibuat dalam waktu 1 bulan (dengan waktu kerja 9 jam setiap hari, tanpa libur), satu kain itu dihargai IDR 300 ribu hingga IDR 400 ribu. Bayangkan kerja sampe sakit pinggang setiap hari hanya dapat IDR 300 ribu! So before you complain about your job, think about the women in Sukarare, guys.

Di desa ini, aku beliin Acum scarf kecil dari tenun ikat seharga IDR 45 ribu. Dia suka banget. Terlalu suka malah. Kemana-mana dipake, mau ujan mau kena air laut, gak dilepas-lepas. Hehehe.


Dari Desa Sukarare, kita lanjut lagi ke Dusun Sade, dusun asli suku Sasak.



Di dusun Sade, masyarakatnya masih hidup di rumah-rumah tradisional Sasak, lantainya dari tanah liat yang dibersihkan dengan....KOTORAN KERBAU!



Yep, ternyata kotoran kerbau bisa membuat lantai tanah liat jadi lebih kuat dan solid. Anehnya walau terdengar menjijikkan, tidak ada bau kotoran kerbau sama sekali di rumah itu. Lantainya justru adem dan mulus sekali.


Oyah, di dusun Sade ini, ada tradisi culik menculik anak gadis. Jadi jika ingin menikahi seorang gadis, gadis itu harus diculik dulu. Jadi umumnya satu gadis bisa punya beberapa calon suami. Nah, calon suami mana yang akan menikahinya, tergantung siapa cowok yang duluan menculik. Wow.

Setelah menikah, mereka akan tinggal sementara di "gubuk bulan madu". Jangan bayangin gubuknya kaya cottage di pinggir pantai yah. Gubuk bulan madu ini kecil dan atapnya rendah sekali, dan dindingnya anyaman bambu yang memungkinkan banget buat "diintipin" hihi. Sempet mikir juga sih, tempat sekecil gitu apa bisa "bemanuver" leluasa, hahaha. Tapi ya namanya juga cinta ya, mau tinggal di mana aja,serasa tinggal di istana :)).

Di dusun ini, aku beli kain sarung songket seharga IDR 110 ribu, termasuk murah mengingat (katanya) benangnya dibuat sendiri dan tenunan songketnya cantik, walaupun nggak full tenunannya.


Abis tour keliling desa, kami memberi uang sekedarnya ke guide dusun Sade dan memasukkan uang ke kotak sumbangan yang disediakan. Walau ini desa wisata, tapi kondisinya cukup tertinggal lho, orang-orang yang usianya lebih dari 30 tahun bahkan tak bisa berbahasa Indonesia, karena kurangnya pendidikan. Agak miris juga sih.

Sehabis dari Dusun Sade. Kita menuju lokasi yang teramat sangat ditunggu-tunggu. Pantai Kuta dan Tanjung Aan, di sebelah selatan Lombok. Lokasinya hanya sekitar 7 km dari Dusun Sade.

Kami makan siang di Tastura resort and restaurant di pantai Kuta, Lombok. Jangan bayangkan pantai Kuta ini sama dengan Kuta, Bali. Bedaaa banget. Kuta Lombok lebih biru dan pasirnya jauh lebih putih. Tapi sayangnya di sini masih belum banyak restaurant yang memadai.

Tastura restaurant ini yang lumayan terkenal aja, makanannya ”biasa” banget rasanya dan sayangnya banyak lalat di sini. Lalat memang jadi masalah utama setiap restaurant atau penginapan di pantai Kuta, Lombok.

Habis makan, kita melipir dikit ke pantai Tanjung Aan. Pantai di sini luar biasa indah, sayang kurang terawat dan agak kotor, karena belum ada pengawasan berarti, maka wisatawan lokal yang piknik suka buang sisa makanan atau bungkus makanan di pantai. Bahkan ada 1 -2 sampah plastik terapung di laut. Birunya air laut emang agak sedikit terganggu dengan ganggang hijau, tapi gak berbahaya kok.



Pasir di pantai Tanjung Aan ini unik sekali karena butiran pasirnya besar-besar seperti butiran merica, jadi kalau dibuat jalan susah sekali, karena kaki kita jadi lebih ”melesak” ke dalam pasir.

Sepulang dari Pantai badan kami penuh pasir, dan sarana bilas bisa dibilang tak ada. Makanya kami skip aja belanja oleh-oleh (mengingat sudah hampir habis juga waktu sewa mobilnya)...dan langsung menuju hotel. Mandi, ganti baju dan...berenang. Hehe masih belum puas main-main air.

Next story: Live music di Senggigi dan petualangan Perama Boat

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Mo tau tentang Lombok, Klik aja http://www.inside-lombok.com

5:59 AM

 

Post a Comment

<< Home