Yes, I laugh a lot, cried a lot, love a lot, hate a lot, bitch a lot, complained a lot, joke a lot, yet only write a small portion of it. Oh well.

Monday, March 22, 2010

Bali Lombok Trip 2010, part 1: Unforgetable Ubud.



Tanggal 7 Maret 2010 lalu adalah hari anniversary pertama kami. Kebetulan pula sejak Agustus lalu, kami berhasil dapat tiket promo Airasia Jakarta Bali p.p yang super murah untuk tanggal 13-17 Maret 2010 (hanya Rp 450 ribu P.P untuk 2 orang)

Karenanya, hari sabtu tanggal 13 Maret lalu kami sangat-sangat-excited untuk pergi ke Bali. Saking excitednya, kami tiba di Bandara Soetta, 2 jam lebih awal, maka jadilah kami menghabiskan waktu menunggu di Bandara dengan ngopi-ngopi di Jco dulu.

Tiba saatnya menunggu boarding di Terminal 3. Ternyata pesawat AirAsia kami delay 30 menit (biasa deh penerbangan PPD, Pulang Pergi Delay), maka saya memutuskan untuk tidur-tiduran dulu di kursi ruang tunggu dengan berbantalkan Tubular Shawl Cottonink warna merah saya. Beberapa menit memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara PA yang mengatakan pesawat kami siap boarding.

Karena kami sangat-sangat excited. Dengan riang gembiar kami bergegas naik ke atas bis transfer ke pesawat. Di dalam bis, tiba-tiba senyum riang saya menghilang dan berganti wajah panik. Tubular Shawl Cottonink warna merah saya ketinggalaaaannn. Anyiiingg! Mau marah rasanya. Jadilah selama penerbangan muka saya manyun dan Acum menjadi suami yang sabar dengan menenangkan diri saya. Huhuhu kesaal.

Tapi kekesalan itu terhapuskan saat kami dijemput oleh Jeffry The, sahabat lama Acum yang kini menetap di Ubud bersama istrinya Nelly a.k.a Pippi. Mereka berdua ini merintis usaha susu kedelai organik dengan klien bule-bule hippies di Ubud. Kalo kalian lagi ke Ubud dan ke organic marketnya dan nemu susu kedelai aneka rasa bermerk ”dLe” itulah susu kedelai hasil buah tangan pasutri kreatif ini.

Oke, setelah dijemput Jeffry, Acum punya special request buat makan nasi pedas ibu Andika di Jl. Raya Kuta (dekat hotel Puri Dibia). Nasi pedas sebenarnya mirip nasi rames biasa. Nasi putih dengan berbagai pilihan lauk, dari suwiran ayam, kering tempe, telur, tahu, dll. Dan sesuai namanya memang sangat pedas sekali. Aku sih karena memang kurang suka makan pedas-pedas jadi hanya habis nasi ½, sementara Acum habis 2 bungkus nasi. Hehe, abis nyangkul sawah di mana kang?

Habis makan kita menuju ke Ubud. Tepatnya ke Teba House di Jl. Sugriwa. Teba House ini adalah homestay yang cantik dan murah hanya Rp 170 ribu/malam including breakfast. Karena flight kita tiba di Bali menjelang tengah malam, dan tiba di Ubud sekitar jam 2 dini hari, maka kita memilih tinggal di homestay yang sederhana saja. Tanpa AC dan amenities seperti di hotel. Toh hanya buat tidur dan mandi aja kok.

Teba Homestay:


IDR 170k/malam including breakfast, kamar pake kipas.

Di sini kita baru tau kalo di homestay itu fasilitasnya sangat-sangat basic (lebih basic dari perkiraan). Don’t expect too much kalau mau nikmatin tinggal di homestay. Dindingnya tipis kaya tinggal di rumah petak. Jadi kalo niatnya mau hanimun dan ehem-ehem…mending jangan di homestay. Jadi buat malam kedua kita cari hotel yang lebih proper, dan masuk budget tentunya.

Keesokan paginya kami makan pagi di teras kamar. Menunya Banana Pancake super enaak dan wangi. Jangan bayangin pancake bule ala pancious. Banana pancake ala Bali itu lebih mirip crepes kue serabi dengan buah pisang nan manis di tengahnya. Di atasnya ditaburi parutan kelapa yang gurih banget. Breakfast pancake di Teba house ini emang konon terkenal enaknya (baca di Tripadvisor.com, bule-bule pada suka banget sama pancake ini)

Abis sarapan kita jalan-jalan di sekitar Ubud, buat nyari hotel buat malam kedua. Untuk kali ini kita mau nyari hotel yang agak ”mewah” dikit lah dan jaraknya lebih dekat ke Perama Bus Station. Akhirnya we’ve stumbled upon sebuah hotel asri dan modern bernama Puri Artha. Iseng-iseng nanya tariff dan iseng-iseng nawar pula (belum pernah seumur hidup gue tawar-menawar kamar hotel, serasa nawar baju di Mangga Dua aja, hahaha). Akhirnya dapatlah kami kamar standard hotel bintang 3 dengan AC dan amenities yang cukup oke, dengan harga Rp 400 ribu/malam dari harga semula US 60/ malam. Nice!

Hotel Puri Artha:




IDR 400k/malam (by nego dan karena Nyepi dikasi harga murah, biasanya US$ 60 kamar standard)


Siang harinya kami dijemput Jeffry untuk berjalan-jalan. Kita disewain mobil Karimun dengan harga sinting murah. Rp 200 ribu untuk satu setengah hari, tanpa driver dan BBM. Mobil inilah yang menjemput kami semalam, jadi sudah terpakai setengah hari dan available untuk di”abuse” seharian. Tapi ingat ya, ini karena yang punya mobil adalah langganan baik Jeffry dan tidak menggambarkan harga yang sebenarnya hehe.

Acum dan Jeffry, udah 6 tahun gak ketemu, akhirnya bersua di Ubud:



Setelah check out. Kita jalan-jalan ke Campuhan dan foto-foto sebentar di jembatan Campuhan. Lalu kita mampir bentar ke rumah salah satu teman dan pelanggan susu kedelainya Jeffry, bernama Bu Nancy, seorang wanita Amerika usia 53 tahun yang udah puluhan tahun tinggal di Bali dan bekerja sebagai freelancer IT. Dia suka memasak dan hari itu dia berulang tahun, jadi kita ke sana diundang makan-makan, hehe...lumayan dapet gratisan.

Bu Nancy bikin pizza tertutup, namanya Stromboli. Itu adonannya Pizza tapi toppingnya di dalam, pake Italian sausage yang rasanya gurih dan pedas. YUMMY! Trus ada salad dengan aneka dressing dari thousand island, french dressing sampai favoritku yaitu fish-mayo sauce. Buat penutupnya kita makan pound cake kayumanis. Uenaaakkk!!!





Di sini kita sempet ngobrol sama Daniel, pria paruh baya dari Chile yang jadi tetangga sebelah rumahnya Bu Nancy. Bahasa Inggrisnya Daniel acak adul, tapi orangnya cukup ramah. Daniel ini pengusaha yang tinggal di Bali, dia bisnis garmen dan jualan ini itu dan berencana buka kafe di Ubud.

Kia juga main-main ke sawah depan rumahnya Jeffry dan saking asyiknya, betis gue kesabet dahan padi yang tajam jadi luka kegores. Yaa namanya orang kota ketemu sawah yang menguning emang bawaannya gemes.

"halaman" depan rumahnya Jeffry dan Pippi, yep, hamparan sawah!


Beberapa hari menjelang Nyepi,di Bali orang-orang lagi sibuk bikin ogoh-ogoh buat diarak besok Senin, menjelang Nyepi. Ogoh-ogoh itu adalah patung raksasa dari fiberglass atau kertas yang akan diarak keliling kampung. Ogoh-ogoh ini adalah perlambang sifat-sifat jahat manusia, makanya biasanya Ogoh-ogoh ini bentuknya seram-seram. Dari Buto Ijo sampe genderuwo, meskipun ada juga yang saking kreatifnya bikin Ogoh-ogoh yang agak ”menyimpang” dan buat lucu-lucuan. Ada yang bikin Ogoh-ogoh punk rocker, anak SD, sampe Upin-Ipin. Kacaw deh hehehe.

Ogoh-ogoh:


Jalan di sekitar Puri Ubud juga cukup unik, karena jalan ini diaspal secara gotong royong dan mereka yang udah "patungan" untuk mengaspal jalan ini bisa mengabadikan nama mereka atau hotel/institusi mereka di atas cetakan semen ini. Banyak juga nama orang bule-nya lho.




Terus kita sempat foto-foto di Puri Ubud, istana kerajaan Ubud. Tapi hanya bisa foto-foto di pelataran dalam, karena ada bagian-bagian istana yang ditutup menjelang Hari Raya Nyepi. Untuk masuk ke dalam Pura pun harus memakai pakaian khusus upacara. Di hari-hari biasa, turis bisa masuk ke pura dengan menyewa kain dan ikat pinggang. Tapi di hari-hari besar, untuk masuk ke pura harus pakai baju kebaya lengkap dan baju adat buat yang pria. No t-shirt apalagi tank top. Kata Jeffry, alasan kenapa untuk masuk ke Pura musti menutup bagian pinggang ke bawah dengan sarung itu karena dari pusar ke bawah itu asal nafsu buruk berasal. Lapar, nafsu birahi, dsb, makanya harus ditutup saat masuk Pura.

Puri Ubud:


Pulang dari situ, kita balik ke hotel buat ngadem,mandi dan istirahat. Ubud di siang hari sangat panas, tapi panasnya cenderung lembab, nggak kering dan berpolusi kaya di Jakarta.

Abis puas istirahat dan udah rapi mandi. Kita jalan-jalan sekitar jalan hanoman dan nemu cafe bernama...Kafe. Hehe nggak kreatip emang bikin nama. Kafe ini adalh tempat hangout wajib bule-bule hippies (itu tuh yang doyan Yoga, vegetarian dan makanannya serba organic). Di Kafe ini menunya emang serba organic dan cenderung ”aneh”, salad pepaya dan smoothies gandum apalah itu. Di sini kamu WAJIB coba home made apple pie-nya. Uenaaakk bangett! Serius. Banget! Asem-manis- lembut –tapi luarnya agak renyah. Cocok buat teman minum teh di sore hari.

cafe KAFE, Jl. Hanoman, Ubud:


The amazing homemade Organic Apple Pie with a scoop of Vanilla Ice Cream



Di sini kita sempet ketawa ngakak baca coffee table book berjudul "Indonesian Truck Paintings" kompilasi foto hasil jepretan seorang bule, tentang "fenomena" lukisan truk yang unik2 di Indonesia. Dari yang serius gambar pemandangan hingga gambar cewek dan tulisan "Aku tak mau dimadu" hehehehe.




Di kafe ini kita janjian sama Jeffry dan diajak liat sunset di bukit Campuhan. Tapi karena agak telat datangnya, pas hiking di Bukit udah agak gelap jadinya gak bisa foto-foto.

Di bukit Campuhan ini juga ada Pura, dan ketika kami turun trekking, ada iring-iringan warga yang hendak sembahyang di Pura itu. Yang pria pakai baju adat putih dan yang wanita pakai kebaya warna-warni dan ikat pinggang yang serasi. Ada juga pria bule menggandeng anak dan istrinya yang warga Bali. Mereka masuk ke Pura buat sembahyang.

Pulang dari situ kita makan di Naughty Nuri yang letaknya kira-kira 100m dari jembatan Campuhan. Di sini orang ramai banget sampe ngantri-ngantri buat makan. Untung kita dateng just in time, sehingga dapet tempat duduk. Langsung deh kita pesen BBQ Pork Ribs 2 porsi buat bertiga lengkap dengan mash potato dan Bir Bintang dingin. Porsi makanan di Naughty Nuri ini ”bule” banget jadi porsinya buanyaak dan besar.1 piring sendiri kayanya kebanyakan deh.

Naughty Nuri's:




Abis makan, kita sempet nyari oleh-oleh Brem Bali tapi ternyata di supermarket Ubud lagi habis, jadi mungkin belinya di Kuta aja besok. Lalu kita jalan-jalan di sekitar jalan Bisma dan parkir di dekat Puri Ubud untuk liat upacara menjelang Nyepi. Jalanan ramai banget dan orang-orang Bali sibuk berjalan menuju Pura membawa macam-macam sesajen dari yang kecil hingga yang tumpukannya tinggi di atas kepala. Amazing!

Upacara di Puri Ubud:



Lalu sembari balikin mobil, kita mampir ke toko organic tempat Jeffry biasa nitipin barang, namanya Laughing Buddha. Di sana aku beli setoples sambal manis yang organic buat oleh-oleh. Kelar urusan balikin mobil kami bertiga jalan kaki ke hotel, lumayan jauh juga lah dari Laughing Buddha ke hotel. Sampe di hotel, Acum ngebir-ngebir dulu sambil ngobrol sama Jeffry, sementara gue balik ke kamar buat mandi trus tidur. Badan rasanya pegel dan mau rontok. Selamat malam Ubud, it’s been a lovely night

*to be Continued: from Bali to Lombok*

Labels: ,

4 Comments:

Blogger rangga said...

Waaaah, Teba House itu langganan gua. Sama si Agus kan. Dan tempat nongkrongnya pun sama ama kami.

Lain kali coba Art Cafe punyanya Tipi Surfer (best tiramisu) dan Rendezvous Doux (Cafe/french library dengan dessert markotop).

Kangen Ubud. :D

1:36 AM

 
Blogger Nia said...

iya iya sama mas Agus.

Untuk ukuran homestay backpackers Teba ini lumayan bagus kok.
Tapi yang bikin kangen justru banana pancake-nya...uenaaak tenan.

3:26 AM

 
Blogger rangga said...

Gua suka juga itu pancake-nya. Sayang Irma sama sekali gak suka pisang. Hehehe...

*Gak sayang-sayang amat sih, gua yang ngembat juga*

3:33 AM

 
Anonymous Anonymous said...

niaa....seru liburannyaaaah... :)

2:08 AM

 

Post a Comment

<< Home