Yes, I laugh a lot, cried a lot, love a lot, hate a lot, bitch a lot, complained a lot, joke a lot, yet only write a small portion of it. Oh well.

Sunday, December 13, 2009

Culture Shock



Saya tidak lahir di Jakarta, melainkan di Sragen, sebuah kota kecil di sebelah barat kota Kota Solo. Sragen is a darling little town where Toserba is equivalent to mall,pecel Mbok Jami is legendary and ‘alun-alun’ is the most happening place, ever.

Keluarga saya pindah dari kota kecil itu sewaktu saya berusia 4 tahun.
Gadis kecil dengan gigi ompong, cungkring dan berkuncir ekor kuda yang hanya bisa berbahasa Jawa….man, I was an easy target for bullying, haha.

Jadi, yah pada awalnya saya tidak banyak memiliki teman, dan saya memanfaatkan waktu itu dengan bermain sendiri sambil memperhatikan segala hal yang aneh di Ibukota ini.
Salah satu proses eksplorasi Kote Jakarte yang cukup menarik adalah pertemuan saya dengan ... Tukang Ketoprak.

Suatu hari saya melihat seorang pria mendorong gerobak melintasi rumah petak kami. Tetangga saya bilang itu Tukang Ketoprak.

Saya girang sekali, kebetulan nih ada hiburan, karena pada saat itu kami belum memiliki TV di Jakarta. Kalau di Sragen kami hanya melihat Ketoprak lewat televisi, namun di Jakarta, Ketoprak ada di jalan-jalan kampung berkeliling menyusuri jalan sempit. Lumayan hiburan gratis, Jakarta ternyata hebat sekali.

Maka berjalanlah saya mengikuti tukang Ketoprak itu, berkeliling kampung. Saya berharap ada yang menanggap dia sehingga saya bisa mendapat tontonan gratis, walaupun dalam hati heran, kok barang-barang untuk pertunjukannya minimalis sekali. Kaleng-kaleng kerupuk, ketupat dan cobek. Lakon apa ya kira-kira yang akan dipertontonkan.

Hingga di depan sebuah rumah, si tukang Ketoprak dipanggil oleh seorang Ibu. Dia pun lalu berhenti dan segera beraksi.....mengulek sambel kacang. LHO KOK? Saya pulang dengan tanda tanya besar Ketoprak di Jakarta kok aneh sih. Saya kecewa.

Setelah saya diberi tahu arti Ketoprak Jakarta sebenarnya, saya jadi menyadari “I’m not in Kansas…eh Sragen anymore”. Kalau Ketoprak saja bisa memiliki makna ganda, apalagi yang lainnya? Dan kehidupan baru di Jakarta berubah menjadi misteri besar yang asyik untuk dipecahkan.

Saya semakin giat beradaptasi dengan bahasa dan segala hal-hal baru di kota baru nan asing ini. Enak gak enak, enteng atau berat, semua harus dijalani. And boy, have i learned.

Saya tidak bisa merubah lingkungan, tapi sayalah yang harus belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru ini. Jakarta menjadi sebuah petualangan.

Walaupun setelah dipikir-pikir, ide pertunjukkan Ketoprak keliling kampung is not a bad idea juga kan?

Labels:

5 Comments:

Anonymous Anonymous said...

BWAAHAHAHAHAHHAHA....jangan sampe di gerobaknya ada tulisan Ketoprak Humor ya Ni...

8:48 PM

 
Blogger Nia Nugroho said...

trus yang narik gerobak..Tessy

wahahaa..nightmare :))

2:03 AM

 
Anonymous Prasetyo said...

Narik grobak?

11:46 PM

 
Blogger Arman said...

hehe dulu gua pas kecil juga taunya ketoprak itu acara tv karena gua tinggal di sby. baru tau pas udah rada gedean kalo itu ternyata nama makanan di jakarta. :P

5:36 PM

 
Anonymous Asty said...

Kepolosan anak2 :-D

6:09 AM

 

Post a Comment

<< Home