Siapa yang porno? Siapa yang (pasang) aksi?
Seperti perempuan lainnya, saya juga tidak suka melihat tubuh perempuan dieksploitasi dalam majalah bugil atau tabloid esek-esek. Atau imej keseksian perempuan yang disajikan secara vulgar dan murahan dalam sinetron komedi di berbagai TV swasta.
Tapi jika untuk menentang pornografi dan mencabut hingga ke akar-akarnya, mungkin saya akan bilang: tidak! Mengapa? karena pornografi adalah hal yang akan selalu ada, itu adalah human interest yang manusiawi. Ayo, jujur deh...siapa sih yang tidak menganggap pornografi sebagai kebutuhan. Siapa sih yang ngga "butuh" buat ngelihat stensilan atau foto-foto porno?. Dilarang atau tidak, mereka akan selalu ada.
Mungkin yang saya inginkan dalam hal ini adalah pengaturannya. Bagaimana agar tontonan dewasa itu yah ditujukan buat orang dewasa saja. Artinya, jangan sampai mereka yang belum cukup umur melihatnya.
Setujukah kamu, jika saya bilang pengaturan lebih penting daripada larangan. Pelacur dimana-mana akan selalu ada, prostitusi kan profesi paling tua di jagat raya ini. Daripada mereka ditangkap, diberi wejangan trus dilepas (malah kadang mereka jadi sasaran pelecehan seksual aparat), bukankah lebih baik kalau mereka dikumpulkan di suatu tempat (lokalisasi) ?. Tentu lebih aman, tertib dan terkendali ketimbang dibiarkan liar kan? mereka bisa diperiksa oleh tim kesehatan secara berkala agar bebas dari penyakit menular seksual (AIDS, Hepatitis, dsb). Kalo sekarang kan engga. Lokalisasi dirubuhin, tapi pelacur dan germonya tetep kelayapan di pinggir jalan. Boro-boro menghapus pelacuran, yang ada malah nyebarin penyakit kelamin yang susah terdeteksi.
Ahh sungguh munafik!
Begitu pula yang terjadi belakangan ini dengan adanya RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi:
http://www.lbh-apik.or.id/ruu-pornografi.htm
Sebuah undang-undang yang dipaksakan dan tidak perlu, karena sebenarnya Indonesia sudah memiliki KUHAP dan UU yang melindungi hak anak dan perempuan, hanya saja penegakannya yang masih jauh dari maksimal.
Yah, apanya yang maksimal, kalo pemerkosa dihukum 7 tahun penjara sedangkan maling ayam diganjar 3 tahun penjara. Apakah harga kehormatan serta trauma psikis yang dialami wanita setara dengan 2 ekor ayam?Ayolah, yang bener aja. Hukum masih acak-adul gini masih mau ditambahin aturan ngga jelas pula.
Batasan-batasan yang hablur tentang seksualitas dan aurat wanita, seharusnya biar menjadi wilayah norma dan bukan di wilayah hukum negara yang absolut. Makna dan batasan aurat sendiri kan berbeda-beda bagi setiap kalangan, bagaimana bisa diangkat dalam hukum negara.
Lalu, ada pula saudara-saudara kita di Bali yang wanitanya memakai kemben dan pria Irian Jaya yang masih memakai koteka? dengan relief-relief di candi Hindu yang menggambarkan wanita telanjang dada?
Kata mereka yang pro RUU APP: Lho, kan di RUU APP ada pengecualian untuk kegiatan yang menyangkut tradisi, seni atau olahraga. Trus, kalo buat di Bali atau Irja, ya mereka dibikinin undang-undang khusus aja.
Heh, semudah itu ya bikin undang-undang. Kalo ternyata peraturannya melanggar wilayah nilai orang lain, ya dibikin pengecualiannya aja. Kok UU negara Republik Indonesia bisa dengan gampangnya di beri pengecualian. Sejak kapan ya, hukum bisa di bengkok-bengkok-in kaya gitu (eh iya, saya lupa, ini kan Indonesia).
Tapi begini, masalahnya bukan tentang budaya Bali, Irian, atau Kalimantan. Ini masalah pengkriminalisasian tubuh perempuan. Seolah-olah seluruh sumber kejahatan seksual penyebabnya adalah tubuh perempuan.
Sepertinya, tubuh wanita sebuah ancaman besar terhadap kesucian moral, sampai-sampai negara perlu menyisihkan anggarannya yang minim di saat rakyat kelaparan untuk membuat undang-undang yang mengatur betis dan belahan dada perempuan. Bukannya bikin anggaran untuk pendidikan seks kepada generasi muda, agar mereka bisa memilah secara bijaksana setiap informasi yang mereka dapat.
Ngga mau tenggelam, tapi ogah belajar renang, malah kolam renangnya disegel dan ditutup. Ngga mau ada pemerkosaan, jadi perempuannya yang ditangkepin. Lelaki bejat dan hidung belangnya? hmm..mungkin dia-dia juga tuh yang bikin Undang-Undang...(hehe..emosi nih gue)
Ingin menyuarakan penolakan tentang RUU ini?
Tenang...ngga perlu demo dan teriak-teriak di bundaran HI kok, cukup klik dan isi petisi ini : http://www.petitiononline.com/ruuapp/petition.html
Saya sudah mengisi dan menggunakan nama dan email asli. Saya sarankan kamu juga begitu.
Labels: babble away, read worthy
9 Comments:
yoa gal! saya setuju banget! ini mah istilahnya mo ngelindungi pemerkosa, bukannya melindungi korbannya! huuuu * emosi juga *
sapa sih yg pertama ngusulin UU ga jelas ini? -_-"
1:14 AM
pokoknya yang ngusulin pasti orang ter-munafik sedunia!
12:09 AM
yang ngusulin siapa?
Orang yang ga kuat imannya.
7:59 PM
kalo gak bikin uu ntar dicap gak kerja dongs...
udah lah, paling anjing menggonggong kafilah berlalu.
5:59 AM
TKW kita di luar negri disiksa dan diperkosa, balik ke Indonesia diperas calo, udah ada UU-perlindungannya belom?
masalah busung lapar dan kekurangan gizi, udah ada UUnya belom?
perempuan dilecehin di kereta api, udah ada UU-nya belom?
kurikulum sd sampe SMu yang berubah tiap tahun, udah diurusin belom?
human trafficking, terutama pelacuran anak-anak udah ada UUnya belom?
masih banyak lah masalah yang harus dikerjain, tanpa khawatir bakalan makan gaji buta.
(oya, katanya gaji DPR mau naik lagi tuh...canggih ya?!)
11:35 PM
Masak imajinasi saja sekarang bisa diatur? Indonesia banget deh. Soeharto dah lengser, tapi budayanya masih lengket
9:42 PM
wah papanya syifa...yang lengser kan cuma strukturnya aja..mindsetnya sih teteup..
12:00 AM
ck...ck...ck....
Pintar sekali Ibu Nia ini... salam kenal juga deh... :D
1:38 AM
wah..terimakasih lo..
jadi malu :p
*blush*
12:37 AM
Post a Comment
<< Home